Penyerahan penghargaan bagi USACE 2011
Tanda kemenangan dibagikan diatas panggung kyoto intercolegiate fiesta. seluruh anggota tim berteriak keras 'Indonesia ! Indonesia !' atmosfer perjuangan sangat kental terbayar pada momen ini
Pasca Excecutive Lunch di Rits University
Setelah melakukan perform di Ritsumeikan University, diadakan lunch bersama pimpinan Ritsumeikan University.
Penampilan Saman pada Kyoto Intercolegiate Fiesta 2011
Tari saman merupakan tarian yang kami adu pada ajang Kyoto Intercolegiate Fiesta 2011,15 Penari menampilkan saman dengan maksimal di depan juri dan para pengunjung yang sebagian besar adalah warga jepang
USACE 2012, Road to Spain !
Dengan penuh keakraban, rasa senang,rasa bangga,kini kami pulang ke tanah air. terimakasih Tim USACE 2012, ini bukanlah akhir, tapi titik awal misi budaya yang lebih besar. - Usace, where u meet an extraordinary people
Minggu, 16 Oktober 2011
Consulate General Of The Republic Indonesia
KJRI, 12 October 2011
Rabu Sore di Kota Kobe pada tanggal 12 october 2001 kami Tim USACE di undang oleh KJRI dalam jamuan makan malam dan untik menampilkan tarian yang akan kita bawakan pada acara di OCAT pada tanggal 13 october. Dalam acara ini Tim Usace menampilkan tarian Jaipong yang berasal dari Jawa Barat.
Acara di buka dengan opening specch oleh Bapak Ibnu Hadi Selaku Consulate General of The Republic Indonesia di Osaka diikuti oleh Opening Speec dr Bapak Trias Nugrahadi Selaku PR 3 UNPAD.
Acara dilanjtkan dengan makan malam di taman wisma KJRI, yang tentunya dengan masakan indonesia. Tamu-tamu yang datang terdiri dari orang-orang Indonesia yang bekerja di jepang, mahasiswa indonesia yang sekolah di jepang, dan delegasi dari pihak jepang sendiri.
Setelah acara makan, dan setelah sekian lama kita tim usace akhirna merasakan masakan indo lagi sangatlah suatu anugrah karena selama ini kami selalu makan masakan jepang yang hambar :). Acara Puncak pun di mulai dengan pembuakan oleh lagu yang dibawakan oleh salah satu tim USACE dan mahasiswa indo yang sekolah di jepang saudara Ancha dan Uta. dan acara puncak tim usace membawakan Tari Jaipong yang dibawakan oleh Ayu Ekawati, Veneta Prabarini, Rizka Januari Putri, Dewi Putri Achyarini dan Magita Sari. antusiasme oranng jepang sangat baik terhadap tari jaipong ini di mana ada beberapa tamu undangan yang ikut menari bersama penari-penari Jaipong kami termasuk Pak Ibnu dan Pak trias sendiri.
Ada pula salah satu profesor universitas di jepang yang mengajarkan bahasa indonesia menyanyikan lagi bengawan solo dan mahasiswa indo yang menyumbangkan tarian khas jepang.
Akhirnya acara diakhiri dengan pemberian Plakat dari UNPAD oleh Bapak Trias dan alat musik khas jawa barat berupa angklung kepada Bapak Ibnu Hadi selaku Konsulate General di Osaka dan berfoto bersama Bapak Ibnu Hadi dan para penari Jaipong kami. Dari komentar orang jepang yang kami dapatkan mereka sangat menikmati pertunjukan yang dari tarian Jaipog yang dibawakn oleh Tim USACE, salah seorang mengatakan pada kami "its a great dance, i really enjoy the show". Dan haripun berakhir bagi kami Tim USACE dan kembali ke hotel untuk istrahat karena besok kami akan tampil lagi di salah satu mall di OSAKA yaitu OCAT.
Sabtu, 15 Oktober 2011
Kyoto Intercolligiate Festa
Atas undangan dari panitia KIF, kita menghadiri acara tahunan lomba tarian yang diadakan di kyoto bernama Kyoto Intercolligiate Festa. Dengan pengalaman yang bisa di bilang belum terlalu banyak dan masih bisa di bisa di bilang sebagai penari amatiran kami tim USACE memberanikan diri untuk mengikuti pertandingan ini.
Untuk mengikuti lomba dalam KIF, dengan tempat yang seadanya kami berlatih di dalam dormitory hostel kami di Kyottoko Hostel untuk dapat menghafalkan tari yang akan kita ikutkan dalam lomba yaitu Tari Saman. Tim Tari Saman ini dibawakan oleh Nurul Ihsan sebagai syekh, Firly Fitrahardi, Aizani Artiwirundri, Ali Akbar, Dewi Putri Achyarini, Dhea Rakhmatika Utami, Veneta Prabarini, Satria Maulana Kusumahdinata, Magita Sari, Ira Daya, Hanna Merliandra, Nadya Puji Lestari, Rizkia Januari Putri, Annisa sebagai penari saman.Kami tampil pada jam 3 siang waktu setempat di depan ratusan orang yang ada di jalan, sebelumnya kami tidak nmenduga bahwa akan maju k babak semifinal. kahirnya kami tampil untuk yang kedua kalinya ada babak semifinal pada jam 5 sore dan akhirnya dinobatkan sebagai juara 3 unruk kategori non genre.
Penyerhan sertifikat atas kemenangan tim USACE dan mendapatkan Juara 3 pada kategori non Genre diadakan pada malam hari. Dengan kemenangan ini kami merasa sangat senang bahagia dan mersakan bahwa hasil jerja keras kami selama ini dihargai dengan kemenanganan ini. Kami berharap atas kemenengan ini menjadio pintu gerbang pembukan tim USACE lainya untuk tahun depan untuk dapat lebih berprestasi menjadi lebih baik lagi
Sabtu, 08 Oktober 2011
Ritsumeikan
Ritsumeikan University, October 7th, 2011
Sorak sorai dan gemuruh penonton menyemaraki kegiatan Tour de Padjadjaran yang diselenggarakan pertama kali di Jepang, tepatnya di Ritsumeikan University, Kyoto Prefecture. Empat kesenian tradisional khas Jawa Barat telah menghiasi jam makan siang di Ritsumeikan University BKU Campus. Diawali dengan tari merak sebagai pembuka yang dimainkan oleh 5 orang penari dari Universitas Padjadjaran, diantaranya adalah Dinia Ridanti, Badzelina Anindyka, Saskia Salmana, Ira Dayalestari, Aizani Artiwirundri. Sambutan hangat mewarnai pertunjukan tari merak yang kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan seni bela diri pencak silat. Pertunjukan silat ini dibagi dalam 2 sesi, yaitu sesi pertama, ibing dengan Satria Maulana dan Nurul Ihsan sebagai performer-nya kemudian dilanjutkan dengan demonstrasi pertarungan yang diawali dengan pertarungan tangan kosong hingga menggunakan senjata golok dan trisula. Demonstrasi silat ini diperankan oleh Muhammad Ali Akbar dan Firly Fitrahardi.
Kemeriahan di Ritsumeikan University semakin menjadi ketika pertunjukan tari topeng berlangsung. Penonton sangat antusias melihat pertunjukan tari topeng, pasalnya tari topeng merupakan pertunjukan tari yang unik bagi masyarakat Jepang, tidak heran jika selesai pertunjukan berlangsung para penonton berebutan untuk berfoto bersama tim tari merak. Tim tari topeng diperankan oleh Dinia Ridanti, Nurul Ihsan, Hanna Merliandra, Nadya Puji Lestari, Dhea Rakhmatika. Tour de Padjadjaran ditutup dengan pertunjukan Tari Jaipong yang diperankan oleh Ayu Putri Ekawati, Magitsari, Dewi Putri Achyarini dan Veneta Prabaring.
Senin, 05 September 2011
Tari Topeng Cirebon
Sejarah
Pada saat berkuasanya Sunan Gunung Jati sebagai Pimpinan Islam di Cirebon, maka datanglah percobaan untuk meruntuhkan kekuasaan Cirebon di Jawa Barat. Tokoh pelakunya adalah Pangeran Welang dari daerah Karawang. Tokoh ini ternyata sangat sakti dan memiliki pusaka sebuah pedang bernama Curug Sewu. Penguasa Cirebon beserta para pendukungnya tidak ada yang bisa menandingi kesaktian Pangeran Welang. dalam keadaan kritis maka diputuskan bahwa utnuk menghadapi musuh yang demikian saktinya harus dihadapi dengan diplomasi kesenian. Setelah disepakati bersama antara Sunan Gunung Jati, Pangeran Cakrabuana dan Sunan Kalijaga maka terbentuklah team kesenian dengan penari yang sangat cantik yaitu Nyi Mas Gandasari dengan syarat penarinya memakai kedok/topeng.
Kesenian tari topeng Cirebon menjalankan sisi dakwah keagamaan dengan berpijak kepada tata cara mendalami Islam di Cirebon yang mempunyai 4 (empat) tingkatan yang biasa disebut : Sareat, Tarekat, Hakekat dan Ma’ripat.
"Sebagai
hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung
pesan – pesan terselubung, karena unsur – unsur yang terkandung
didalamnya mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat
menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai
pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia seperti
kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan angkara murka
serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga
menginjak dewasa."
Dalam
hubungan itu, tidaklah mengherankan bahwa Tari Topeng Cirebon dapat
dijadikan media komunikasi untuk dimanfaatkan secara positif.
Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam, Sultan Cirebon; Syekh Syarif Hidayatulah yang juga seorang anggota Dewan Wali Sanga yang bergelar Sunan Gunung Jati, bekerja sama dengan Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng dan 6 (enam) jenis kesenian lainnya sebagai bagian dari upaya penyebaran agama Islam dan sebagai tontonan dilingkungan Keraton. Adapun Keenam kesenian tersebut adalah Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam, Sultan Cirebon; Syekh Syarif Hidayatulah yang juga seorang anggota Dewan Wali Sanga yang bergelar Sunan Gunung Jati, bekerja sama dengan Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng dan 6 (enam) jenis kesenian lainnya sebagai bagian dari upaya penyebaran agama Islam dan sebagai tontonan dilingkungan Keraton. Adapun Keenam kesenian tersebut adalah Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Jauh
sebelum Tari Topeng masuk ke Cirebon, Tari Topeng tumbuh dan berkembang
sejak abad 10 –11 M. Pada masa pemerintahan Raja Jenggala di Jawa Timur
yaitu Prabu Panji Dewa. Melalui seniman jalanan ( pengamen ) Seni Tari
Topeng masuk ke Cirebon dan kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian
rakyat setempat.
Dalam
perkembangannya di masyarakat umum, Tari Topeng Cirebon kemudian
memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang
selanjutnya dikenal dengan istilah Topeng Babakan atau dinaan. Adapun
kekhususan dari perkembangan Tari Topeng di masyarakat umum tersebut
adalah berupa penampilan 5 atau 9 Topeng dari tokoh –tokoh cerita panji.
Pokok - Pokok Tari Topeng
Pokok – pokok Tari Topeng Cirebon ada 9 (sembilan) gerakan yaitu: Adeg – adeg
- Adeg-adeg
- Pasangan
- Capang
- Banting Tangan
- Jangkung Ilo
- Godeg
- Gendut
- Kenyut
- Nindak / Njanda
Kesembilan gerakan tersebut adalah disesuaikan dengan lubang yang terdapat pada tubuh manusia, yaitu sebagai berikut :
- Dua lubang mata
- Dua lubang telinga
- Dua lubang hidung
- Dua lubang pelepasan (depan dan belakang )
- Satu lubang mulut
Arti dari kesembilan gerakan tersebut yaitu :
1. ADEG –ADEG (berdiri ) : Artinya kita harus berdiri dengan kokoh agar tidak tergoyahkan.
2. PASANGAN : Artinya kita senantiasa memberikan suri tauladan kepada orang lain dengan berbuat kebajikan dan kebaikan.
3. CAPANG : Artinya agar kita selalu ringan tangan memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan.
4. BANTING TANGAN : Artinya kita harus senantiasa bekerja keras.
5. JANGKUNGILO : Artinya mengukur keinginan kita dengan kemampuan yang ada.
6. GODEG : Artinya
geleng kepala. Maknanya apabila kita melihat saudara kita sesama
manusia yang sedang di landa kesusahan kita senantiasa menggelengkan
kepala dan kemudian menolongnya sesuai kemampuan.
7. GENDUT :
Artinya dalam hidup ini kita jangan gemuk sendiri karena masih banyak
saudara – saudara kita yang kekurangan dan hidup dibawah garis
kemiskinan.
8. KENYUT : Artinya Kepincut. Maknanya kita harus kepincut kepada hal – hal yang sifatnya positif dan konstruktif.
9. NINDAK / NJANGKA : Artinya bertindak atau berbuat. Maknanya kita senantiasa harus berbuat kepada jalan yang diridhoi Allah SWT.
Tari Jaipong Jawa Barat
Tari Jaipong
Sejarah
Kesenian Tradisional Jawa Barat
Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas
seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian
rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan
mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada
Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan,
nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas
cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang
kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari
Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang
memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya),
bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
MENYEBUT Jaipongan sesungguhnya tak hanya akan mengingatkan orang pada
sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis.
Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak
yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari
perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan
kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda
yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini
popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.
Sejarah
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari
pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam
pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan
pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk
kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan
ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang
simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu
dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar
tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya
didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi
rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian
pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang
baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran
(penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk
Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan,
yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta,
Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang
pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan
kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi
tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang,
di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng
Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola
tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan,
nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi
dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari
Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet
adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu
perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan
dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan
warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya,
yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris,
semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu
tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi
pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga
ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni
Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada
Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya,
Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang
Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya
dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi
tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5)
Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton
(bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan
diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton
(bajidor).
Perkembangan Tari Jaipong
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan dan tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata dan Asep.
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong.
Perkembangan Tari Jaipong
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan dan tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata dan Asep.
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong.
Selasa, 19 April 2011
Tari Merak
Tari Merak merupakan tarian kreasi baru dari tanah Pasundan yang diciptakan oleh Raden Tjetjep Somantri pada tahun 1950an dan dibuat ualng oleh dra. Irawati Durban pada tahun 1965 .
Tari Merak meerupakan tari paling populer di Tanah Jawa. Versi yang berbeda bisa didapati juga di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur. Seperti namanya tarian Merak merupakan tarian yang melambangkan gerakan-gerakan burung Merak. Merupakan tarian solo atau bisa juga dilakukan oleh beberapa orang penari. Penari umumnya memakai selendang yang terikat dipinggang, yang jika dibentangkan akan menyerupai sayap burung. Penari juga memakai mahkota berbentuk kepala burung Merak. Gerakan tangan yang gemulai dan iringan gamelan, merupakan salah satu karakteristik tarian ini.
Banyak orang salah kaprah mengira jika tarian ini bercerita tentang kehidupan dan keceriaan merak betina, padahal tarian ini bercerita tentang pesona merak jantan yang terkenal pesolek untuk menarik hati sang betina.
Sang jantan akan menampilkan keindahan bulu ekornya yang panjang dan berwarna-warni untuk menarik hati sang betina. Gerak gerik sang jantan yang tampak seperti tarian yang gemulai untuk menampilkan pesona dirinya yang terbaik sehingga sang betina terpesona dan melanjutkan ritual perkawinan mereka.
Setiap gerakan penuh makna ceria dan gembira, sehingga tarian ini kerap digunakan sebagai tarian persembahan bagi tamu atau menyambut pengantin pria menuju pelaminan.
Kostumnya yang berwarna warni dengan aksen khas burung merak dan ciri khas yang paling dominan adalah sayapnya dipenuhi dengan payet yang bisa dibentangkan oleh sang penari dengan satu gerakan yang anggun menambah indah pesona tarian ini, serta mahkota yang berhiaskan kepala burung merak yang disebut singer yg akan bergoyang setiap penari menggerakkan kepalanya.
Dalam setiap acara tari Merak paling sering ditampilkan terutama untuk menyambut tamu agung atau untuk memperkenalkan budaya Indonesia terutama budaya Pasundan ke tingkat Internasional.